Sabtu, 05 Juni 2010

Kita 100 Tahun Lagi Menanti Obama Tiba

Oleh : Bambang Haryanto
Email : humorliner (at) yahoo.com



Rasan-rasan Budiarto Shambazy, wartawan senior Kompas, akhirnya menjadi kenyataan. Barack Obama gagal lagi berkunjung ke Indonesia. Rumor pun segera berseliweran.

Obama telah menelpon SBY (4/6/2010), meminta maaf, karena menunda kunjungannya ke Indonesia. Seharusnya ia tiba pertengahan Juni ini, tetapi memutuskan diundur pada bulan November 2010 mendatang.

Dengan alasan : Obama ingin berkonsentrasi mencari solusi atas bencana lingkungan hidup yang konon terdahsyat di AS hingga saat ini : tumpahan minyak pada ladang pengeboran milik British Petroleum (BP) di kawasan Teluk Meksiko.

Kabar burung pun segera menyebar. Penundaan kunjungan Obama itu konon dilakukan atas saran Indonesia. Terlebih lagi, karena situasi Indonesia sendiri memang kurang kondusif saat ini. Wartawan senior Kompas Budiarto Shambazy (foto) telah mengutarakan analisis yang menarik.

Ia yang piawai dan tajam menulis tentang politik, satir politik (dengan idola komedian politik top Bill Maher), sepakbola sampai musik 70-80-an terentang dari Led Zeppelin sampai The Rolling Stone, dan bersedia pula menulis endorsement untuk buku Komedikus Erektus saya ("isinya bikin kepala saya bengkak"- BH), dalam status di akun Facebooknya mengatakan bahwa dampak penyerbuan pasukan komando Israel terhadap kapal Mavi Marmara yang bermisikan kemanusiaan ke Gaza baru-baru ini hanya akan memicu panen raya demo ketika Obama tiba di Indonesia.

Rupanya Gedung Putih mendengar analisisnya itu, tetapi bencana di Teluk Meksiko yang mereka jadikan bemper alasan.

Kabar burung lain, Obama menunda kehadirannya karena dia tidak ingin mengusik kekhusukan rakyat Indonesia. Utamanya karena selama bulan Juni-Juli ini penduduk negara gila bola tetapi timnasnya memble di Asia Tenggara ini memilih untuk hanyut dan terbius oleh sajian laga pemain sepakbola top dunia di arena Piala Dunia 2010 Afrika Selatan.

Alasan ini, lagi-lagi, konon diusulkan oleh fihak Indonesia. Dengan alasan, demi strategi citra dan taktik kehumasan. Untuk hal satu ini, sejak SBY memerintah, Indonesia kini memang dikenal di dunia dengan strategi yang terkenal sebagai pemberdayaan kekuatan lunak, soft power itu, dan Gedung Putih pun nampak mengamininya.

Karena lucu juga, betapa kehadiran presiden negara adi daya itu nantinya justru dicuekkan oleh rakyat Indonesia yang lebih suka membicarakan Didier Drogba, Shunsuke Nakamura, sampai Lionel Messi. Penasehat kehumasan Obama rupanya maklum akan posisi itu dan mereka dengan rendah hati menyetujui usulan Indonesia yang masuk akal itu.

Tetapi ada juga alasan berbasis kekuatan lunak yang tidak banyak menyeruak ke telinga publik. Tetapi menggema di lingkaran industri musik dunia. Rumor yang santer beredar bahwa penundaan kunjungan Obama itu dilakukan karena rakyat Amerika Serikat mendengar kabar bahwa Presiden SBY akan menciptakan lagu-lagu spesial untuk mantan murid SD di Menteng itu. "Kita berikan waktu yang cukup sampai November, agar SBY lebih tenang dalam mencipta lagu agar berpeluang menjadi hit dunia," kata Roger Eissenblatt, redaktur majalah bisnis musik dunia Billabong Boards.

Ia merujuk isi majalah TIME edisi 8 March 2010 dalam sudut Short List (TIME's Picks For The Week) yang berisi daftar DVD, CD dan film yang ngetop. Lagu ciptaan SBY, "Ku yakin Sampai di Sana" (diterjemahkan menjadi "I'm Sure We'll Get There") berada di peringkat kedua dari lima nomor yang tampil. Bahkan telah dikomentari majalah itu sebagai "mediocre music, but a fabulous curiosity piece."

Lagu terbaru andalan SBY untuk menyambut Obama itu konon berjudul sementara "Menteng Dalam, Not Menteng Gedongan." Isi albumnya antara lain diperkaya dengan nomor-nomor populis berjudul "Kompor Gas Meleduk Ramai-Ramai," "Tarif PLN Nyetroom Lagi," "Meteor Ngibrit," "Anas Terpilih, Tapi Bukan Pilihanku," sampai judul "IBM-1 : Ibas Mallarangeng, Pemimpin Sinergi Masa Depan."

Untuk menunjukkan kelokalan, iramanya memang kental bergaya gambang kromong. Tetapi sebagian orang lingkaran dalam istana mengusulkan adanya sentuhan bernuansa global. "Sehingga harus juga kuat unsur hip-hop yang mendunia," katanya. Kata pendukung globalisasi ini, "itu lho, seperti lagunya K'naan, 'Waving Flag yang menjadi lagu tema Piala Dunia 2010 Afrika Selatan."

Suara yang mendukung lokal vs suara global itu kini sedang sengit berdiskusi. Dan seperti biasanya, seperti sering dikatakan oleh juru bicara kepresidenan, bahwa RI-1 akan menyerap segala pertimbangan dan akan memutuskannya bila waktunya sudah tepat dan secara terukur pula nantinya.

Yang pasti, rakyat Indonesia harus bersabar lagi, untuk kembali lagi menanti kedatangan Obama. Rakyat Indonesia punya kesabaran yang tinggi. Kita pun akan bertoleransi bila kunjungan Obama itu baru akan terlaksana 100 tahun lagi. Tetapi kalau ia menunda kunjungannya ke Indonesia dan Australia gara-gara ingin menyelesaikan dulu bencana lingkungan di Teluk Meksiko itu, barangkali kita semua bisa bercermin. Untuk mengambil hikmah.

Kalau saja pemimpin kita memiliki kepedulian seluhur dia, maka sejak meluapnya lumpur panas Lapindo di Porong empat tahun lalu itu maka seharusnya tidak ada kunjungan presiden-presiden kita ke luar negeri. Dan kalau bencana Lapindo itu diperkirakan akan baru surut 50-100 tahun lagi, mungkin nasib presiden-presiden kita seperti para pemimpin junta militer yang opresif di Birma.

Kita doakan Obama sukses menuntaskan bencana luberan minyak BP di Teluk Meksiko itu. Ketika ia datang, kita bisa banyak bertanya. Siapa tahu resepnya itu bisa pula dipergunakan untuk mengakhiri penderitaan rakyat Porong sejak 4 tahun itu. Atau mungkin kemudian "lelaki itu" yang tokoh kuat di Indonesia bisa mengajak Obama bercanda :

"Kalau orang seperti Sri Mulyani Indrawati bisa saya paksa pergi ke Amerika Serikat, lalu sebentar lagi Dino Patti Djalal diangkat menjadi duta besar Indonesia di Amerika Serikat, bagaimana kalau kita meminta bantuan Sukosrono agar bencana lumpur panas Sidoarjo itu bisa saya pindahkan ke Amerika Serikat juga ?"

Wonogiri, 5 Juni 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar